Perkenalkan saya mengenalkan diri saya terlebih dahulu. Saya Mardi
bekerja disebuah bank asing di Jakarta, umur 32 tahun, single, dan
menurut teman teman wajah saya dapat dibilang tampan. Saya ingin membagi
cerita pribadi saya kepada teman teman semua.
*****
Cerita ini berawal ketika kantor saya mengadakan workshop (jalan-jalan
tahunan) dan saat itu tujuan kami adalah hotel Novus, Puncak. Adalah
salah satu teman bernama Tari Rismayati (panggilan Riris) yang masih
single juga sama seperti saya. Dia berumur satu tahun dibawah saya dan
belum berkeluarga juga. Terus terang saya heran melihat dia. Secara
fisik Riris orangnya tergolong cantik, rambut panjang sebahu, wajah
oval, kulit kuning langsat cenderung putih mulus, dengan buah dada yang
besar menantang. Dan yang paling membuat saya berdehem dalam hati kalau
melihat pinggul dan pantatnya yang besar dan membulat mencetak celana
dalam ukuran mini yang selalu dia pakai jika di kantor. Itu selalu saya
perhatikan setiap hari bahwa ukuran roknya selalu kekecilan dengan
pinggul yang indah jika sedang berjalan.
Satu minggu sebelum berangkat Workshop, kami sempat makan siang bersama
disebuah restoran dalam gedung kantor kami. Setelah ngobrol kesana
kemari akhirnya subject pembicaraan mengarah ke workshop.
Saya bertanya, "'Ntar workshop gimana kamu?".
Riris menjawab dengan wajah yang lesu, "Ach, nggak tau juga Di, aku lagi
bete nich, kayaknya kesana lumayan buat nyegerin pikiran aku."
"Lho emangnya ada apa,"tanyaku menyelidik.
"Aku abis putus ama cowok ku soalnya dia selingkuh, maen belakang, trus
ketauan ama aku,"celetuknya dengan muka sedikit memerah menahan marah.
"Ya udah," sambungku "Ntar saya temenin kamu disana biar ngelupain dia."
Dia tersenyum sambil bilang, "Tapi aku lagi mo sendiri Ardi."
Aku tak kalah gesit menjawab ucapannya, "Iya Ris, Aku juga lagi mo
sendiri aja 'en rencana ntar aku mo sewa kamar sendiri aja, kalau kamu
mau gabung aja kita bisa ngobrol ampe malem keluarin semua unek-unek
yang ada dikepala kita masing-masing."
Aku terus menjelaskan rencanaku minggu depan dihotel tersebut. Dan tak
diduga respon dari Riris, "Oleh juga tuh Di, aku emang butuh itu enak
kali yah ngobrol ngobrol kita berdua sampe malem". "Iya, sekalian kalau
kamu mau, saya juga nggak keberatan ngelonin kamu tidur," candaku
kepadanya.
"Ha, gila kamu" mata Riris memancarkan arti yang tidak dapat saya cerna.
Satu hari sebelum berangkat kami didata ulang oleh panitia, menyangkut
pembagian kamar tidur. Sudah menjadi tradisi kantor kami, bahwa satu
kamar berdua, dan diatur oleh nomor nomor kamar yang ada. Saya berdua
dengan teman saya Hendra, dan Riris waktu itu terdata satu kamar bersama
Wina. Dan tibalah waktunya bahwa kami satu kantor berangkat menuju
hotel Novus ada hari Sabtu bersama sama dengan menggunakan satu bis
besar. Kantor kami hanya berjumlah total 50 orang bersama orang asing
juga. Rupanya dalam batas akhir sebelum naik ke bis, ada dua orang yang
batal ikut karena alasan keluarga, mereka adalah Tiara, dan Wina. Wina?,
bukannya Wina satu kamar dengan Riris, dan berarti nanti Riris
sendirian dong dikamar. Pendulumku langsung bereaksi mendengar kabar
tersebut. Sambil mengisi waktu, kami banyak bersenda gurau dalam
perjalanan hingga akhirnya tiba tepat makan siang di hotel. Setelah kami
makan dengan lahap, kami diberikan kunci kamar oleh panitia dan
langsung check-in ke dalam kamar masing masing.
Sore harinya kami memanfaatkan kolam renang yang ada di hotel untuk
bermain main. Dapat saya lihat Riris yang sudah memakai pakaian renang
yang seksi. Uh, bukan main indahnya, saya betul betul terangsang melihat
keadaan Riris seperti itu. Otak kotorku mulai bekerja supaya bagaimana
dapat tidur dengannya malam ini. Dalam kumpulan laki laki ada Pak Kardi
yang nyeletuk kepada teman laki laki berkata, "Waduh si Riris kalo abis
berenang gue mau tuh mandiin dia." Sambil matanya juga tak lepas dari
gerakan pantat Riris yang berlenggang lengok kekiri kekanan mengikuti
irama langkahnya.
Ketika Riris sudah selesai bermain dikolam renang dan akan kembali ke
kamarnya, akupun mengikutinya seakan akan akupun sudah selesai dan ingin
mandi. Sambil berjalan dibelakangnya, saya melihat celana dalam mini
berenda yang dipakai Riris tercetak jelas oleh baju renang tipis yang
berwarna ungu.
"Waduh, kok cepet selesainya Ris," celetukku sambil berjalan disampingnya.
Riris menjawab, "Habis aku nggak tahan airnya terlalu dingin."
Sambil dia menyilangkan tangannya dikedua belah dadanya yang padat montok tersebut.
"Trus kamu ngapain juga selesai," tanya dia lanjut.
"Akh, aku udah bosen mendingan mandi air hangat terus nunggu makan malam, khan enak tuh".
Lalu pembicaraan kami terpisah ketika Riris harus mengambil arah kekiri dan saya kekanan sambil berucap, "Sampai nanti ,. dagg".
Waktu menunjukan pukul delapan, setelah perut saya isi dan kenyang
sekali rasanya. Makan malam dihotel ini terasa nikmat sekali. Saya
melihat sudah beberapa kali Riris menguap dan kemudian pamit dari
kerumunan anak anak untuk pamit ke kamar. Dalam perjalanan ke kamarnya,
dia ada melihat saya dan kemudian mengerdipkan mata seperti memberi
tanda ke saya. Dengan sedikit tegang saya berpura pura seolah saya pun
capek setelah bermain seharian dengan teman kantor dan ingin tidur.
Pada sore hari saya sudah memberitahu ke Hendra (teman sekamar saya)
bahwa mungkin saya akan begadang keluar hotel, jadi nanti dia tidak
kawatir atau curiga kepada saya. Dalam perjalanan dari restoran ke
cottage agak jauh.
Riris berjalan kecil sendiri dan saya dengan cepat mengejarnya, dan menyapanya,
"Ris, udah ngantuk ya sayang, mau tidur.."
Riris menyahut, "Iya nih, nggak tahu kenapa nich badan semua jadi pegel
semua, mungkin tadi renangnya kebanyakan kali." Sambil berkata begitu,
dia mengusap usap belakang lehernya sambil kepala digelengkan kekiri
lalu kekanan.
"Makanya kamu juga sih terlalu over berenangnya, kamu kebanyakan diliat ama temen temen cowok lagi pas kamu berenang," sahutku.
"Hm, aku tahu, justru karena mereka aku jadi lebih semangat," kata Riris sambil masih tetap mengusap leher belakangnya.
"Kamu mau saya pijit pijit kecil Ris," kataku sedikit berani.
"Hhh, boleh juga, tapi cuman di leher sama sekitar pundak yah," sahutnya sedikit lemah.
Tak lama kami sudah tiba didepan pintu kamar Riris. Setelah dia membuka
pintu kami berdua langsung masuk, saya sempat melihat pada sudut mata
Riris ketika dia tutup pintu, matanya seperti melihat kiri kanan takut
takut kalau ada orang disekitar yang melihat kami.
Dalam kamar Riris mempersilahkan saya duduk sambil dia permisi sebentar
ke toilet. Sambil menunggu Riris saya menonton TV yang ada dikamar.
Tidak begitu lama, Riris sudah keluar dan telah berganti baju tidur
daster. Daster yang dipakai berwarna kuning dengan ukuran yang dapat
saya katakan mini. Kenapa demikian? Daster tersebut hanya sebatas
setengah pahanya saja dan berenda kuning juga, kemudian di pundaknya
hanya mengenakan satu tali saja. Buah dada yang ranum menantang sekali
dengan dua puting yang mencuat. Gila bukan main, dia sudah tidak memakai
BH, tapi masih memakai celana dalam.
Celana dalam itu jelas tercetak menerawang tembus pandang dari daster
kuning tersebut. Celana dalam Riris juga dalam ukuran yang sexy, mini CD
warna putih, kontras dengan daster yang dipakai. Sebelum saya memberi
komentar, Riris sudah berbicara,
"Ardi, kamu jangan salah sangka dulu, saya pakai ini supaya kamu mudah
pijat leher dan pundak saya, lagi pula saya juga tidak bawa baju tidur
lain selain yang ini, mudah-mudahan kamu tidak keberatan."
"Oh, tentu tidak dong Ris, suka suka kamu aja, yang penting bajunya
jangan menggangu pijat memijat," kataku sambil menelan ludah beberapa
kali.
Riris tersenyum lagi dan berkata, "Kamu pijet saya pake kaos lengan
panjang apa tidak mengganggu, apa lagi nanti kamu naik ke ranjang kalau
perlu, keliatannya celana panjang kamu juga ganggu, apa nggak lebih baik
ganti yang pendek atau dilepas sekalian?"
Saya bengong atas ucapannya, lalu saya katakan, "Betul juga Ris, saya
buka kaos aja deh," sambil saya mengangkat koas saya sehingga saya sudah
bertelanjang dada, dan kemudian Riris melihat ke celana panjang saya
sambil mulutnya sedikit dimonyongkan. Saya pun membuka celana panjang
saya, dan hanya tertinggal celana boxer saya. Riris tersenyum puas
setelah melihat saya akan mudah nanti memijitnya. Dia langsung naik ke
ranjang dan berbaring terlungkup, sambil memanggil nama saya, "Di, ayo
dong mulai, badan Riris makin pegel nih". Mendengar rengekan Riris saya
langsung naik ke ranjang dan memulai aktivitas dengan memijit Riris.
Sungguh sempurna tubuh Riris dari belakang. Mimpi apa aku semalam
sehingga Riris begitu pasrah memberikan sajian gratis seindah ini. Kulit
yang mulus dengan pinggang ramping, pinggul yang besar dengan buah
pantat yang membulat mumbul tinggi. Dapat kulihat dengan jelas belahan
pantat Riris yang dibalut dengan CD mininya. Sebentar saja tangan saya
sudah memijat bagian leher yang tegang, dan seeskali kebawah meijat
pundaknya. Riris terkadang bersuara mendesah ketika tangan saya sedikit
keras memijitnya,
"Uh, oh, hmm," desahnya putus putus, membuat saya makain panas saja.
Adik kecil dibalik celana boxerku sudah mengacung keras siap tempur, entah apa yang sedang dipikir Riris sekarang.
Kemudian setelah kurang lebih 4 menit, Riris minta dipijit agak kebawah.
Dengan yakin tangan saya kedua duanya merayap ke bawah, dari arah
ketiak terus turun kebawah. Sambil sekali kali jari jemari saya dengan
nakalnya menyentuh dari samping kedua bukit ranum yang mengembung keluar
kesamping karena tertindih tubuhnya. Saya terus terang sudah tidak ada
pikiran positif, otak ngeres saya terus bermain main fantasi, hingga
suatu ketika,
"Di, pijatan kamu enak deh sekarang Riris minta dipijat bagian depan ya sayang," sahut Riris sambil membalikan tubuhnya kedepan.
Waduh mak bukan main saat itu saya betul betul tidak tahan saya langsung
meraba kedua belah susunya yang tegak menjulang, hal yang membuat Riris
langsung kaget.
"Mardi,.! saya minta tolong kamu untuk pijat saya kenapa kamu memanfaatkan itu dengan meraba tubuh saya," hardiknya.
Langsung saya kaget, saya kira dia minta lanjut dalam permainan tersebut
ternyata dia memang betul betul minta dipijit. Langsung saya minta maaf
kepadanya,
"Waduh maaf deh Ris, aku kelepasan, maklum deh tubuh kamu ranum sekali,
sexy apalagi dengan itu (sambil menunjuk kedua buah dada Riris) yang
mancung bikin aku jadi geregetan mau iseng."
"Maaf ya sekali lagi Maaf," kataku dengan penyesalan.
Riris yang melihat saya begitu agak melunak tapi kemudian dia menangis
sambil berkata, "uhh, hh, hg hg hg,. emang setiap laki laki yang mau
sama Riris cuman mau tubuh Riris aja, ini juga terjadi dengan cowok
Riris yang dulu, maunya making love terus sama Riris, nggak ada perasaan
sama sekali."
Aku terhenyak, ternyata wanita didepan saya ini memang sudah pernah
melakukan hubungan suami istri sebelum menikah, dan pendulumku kembali
kontak. Dengan gaya yang gentle saya memeluk dia dari belakang dalam
posisi duduk, tangan saya berada di perutnya sambil berkata,
"Riris, aku tuh memang udah salah, kamu Maafin ya, aku janji pokoknya
malem ini kita cuman sayang sayangan aja deh nggak sampe kelewatan,"
kataku menenangkannya.
Dia menengok ke belakang hingga wajahnya dekat sekali denganku dan berucap,
"Bener ya janji, kamu cuman kelonin aku aja nggak sampe kebablasan?".
Aku mengiyakan dengan anggukan kepala sambil mencium kecil pipi kanannya.
Dia tersenyum, kemudian membalas mencium kecil bibirku. Aku pun serta
merta tangan kanan mulai naik dari perut meraba buah dada yang
menggantung tersebut. Riris menutup mata merasakan kenikmatan tersebut,
kemudian dengan itu juga aku mencium bibirnya yang sensual, sambil
sesekali kuhisap bibir bawahnya dan lidahku menjelajah ke rongga giginya
dan menghisap lidahnya.
Riris benar benar menikmatinya, maka setelah melihat lampu hijau seperti
itu, kedua tanganku sudah berada pada dua buah dada ranumnya. Oh
alangkah nikmatnya tanganku bermain disana, meremas remas sambil
kupelintir kedua puting susunya dengan ibu jari dan telunjukku. Riris
terkadang bergetar tubuhnya ketika kombinasi yang kulakukan yaitu
meremas sambil memuntir puting susunya. "Ah, Ardi kamu pinter bikin aku
terangsang ya, ingat lho kita nggak boleh lebih jauh dari ini," kata
Riris mengingatkanku.
"Iya dong sayang aku pasti inget, khan ada kamu juga yang ngingetin!"
Sambil berkata begitu aku membaringkan tubuhnya diranjang dan aku dari
belakang langsung ke depan menindihnya sambih terus melanjutkan meremas
dan mencium bibir sensual nan menggairahkan tersebut. Riris masih terus
mengingatkan, namun bahasa tubuhnya lain. Alat kelamin kami sudah
bersentuhan, dimana batang kemaluanku yang sudah keras menggesek bibir
luar kemaluannya dan gerakan kami seperti orang yang sedang bersenggama.
Saya mendorong kebawah, Riris mendorong pula pantatnya yang tembem
keatas, saya tarik pinggang saya, dia pun demikian.
Ketika mulut saya sudah mulai menjalar kedadanya dia mulai protes.
"Mardi, kamu nggak boleh kesana sayang, ohh, hh!" desah Riris tapi tangannya sama sekali tidak menutupi dadanya.
Saya menjawab dengan lembut, "Riris sayang, kalau peting cium atau
jilatin nenen aja boleh dong, khan nggak kenapa napa?" saya mencoba
tawar menawar dengannya.
"Ohh, kamu katanya kelonin aku, kok sekarang kita peting sih? " rajuknya
dengan muka bersemu merah menahan birahi yang terpancar keluar dari
tubuhnya. Tanpa menunggu alasan lagi dari si cantik itu langsung mulutku
menjilat puting susu yang memerah muda, karena birahi sambil aku
menyedot putingnya bagaikan anak kecil yang sedang netek keibunya. Riris
menggigit bibir sendiri menahan luapan emosinya yang meletup letup kian
besar. Oh nikmatnya tiada tara menjilati dan menyedot susu seorang
Riris.
Kaki Riris sudah menyepak kesana kemari membuat daster yang dikenakan
tidak bisa menutupi bagian bawahnya. Terus terang sambil menjilat, saya
memperhatikan gundukan yang tembem di bawah pusar yang bagai kue apem
mumbul dengan sedikit bulu bulu kemaluannya yang menyembul keluar
menambah indahnya pemandangan tersebut. Pinggulnya bergerak tak menentu
membuat indahnya pemilik gundukan tersebut.
"Hhh, Mardi.. hh enak sayang", erang Riris.
Mendapat respon seperti tangan saya secara reflek mulai turun menjelajah
dari buah dadanya ke bawah perut, mengusap daerah pusar yang rata nan
halus, kemudian turun lagi dibawah pusar yang ditumbuhi bulu bulu halus,
kemudian meraba daerah selangkangan Riris yang wow bukan main empuknya.
Aku tekan sekali sekali sambil kuremas secara acak. Hal ini menyebabkan
gerakan pinggul Riris yang makin panas. Suasana alam puncak pada malam
hari yang dingin, tidak dapat membuat tubuh kami berdua kedinginan malah
justru sebaliknya. Saya dapat melihat butiran butiran keringat birahi
yang menetes dari dahi Riris yang sedang membasahi rambut panjang dan
indah itu.
Oh.. aku benar benar makin terbawa emosi birahi yang menggebu. Riris antara sadar dan tidak masih mengingatkan saya,
" Di, kamu nggak boleh buka CD aku yah.. kita khan udah janji cuman
peting aja," katanya sambil menahan sesuatu dalam tubuh yang bergelora.
"Oke Ris, aku buka daster kamu aja yah, liat tuh udah nggak karuan bentuknya sayang," sahutku mencoba menawar.
Dan berhasil. Riris sendiri yang meloloskan dasternya, dia angkat dari
bawah dan dinaikkan lewat lehernya. Berarti keadaan kami sekarang hanya
masing masing tinggal celana dalam saja. Kami langsung berpelukan sambil
berciuman panjang, oh nikmatnya dapat memeluk Riris dalam keadaan
begini. Kulit kami langsung bersinggungan tanpa ada pemisah lagi.
Setelah pelukan plus ciuman aku rasa cukup, tanganku mulai bermain ke
arah selangkangan Riris dengan mengusap lembut naik turun melewati
belahan vaginanya. Dari luar celananya saya bisa merasakan bahwa didalam
sudah lembab sekali, tentu banyak cairan yang sudah keluar dari lubang
vaginanya. Vagina Riris benar benar tembem aku rasa kalau aku benamkan
milikku ke dalamnya pasti nikmat sekali.
Karena Riris menggunakan CD mini yang memang kurang bahan untuk menutupi
kemaluannya, jari saya dengan mudahnya dapat melesat masuk melalui
samping selangkangan dan bermain di sana, sebentar kemudian keluar lagi
tanpa sempat Riris protes pada saya untuk tidak boleh melakukannya.
Sesekali jari saya bermain pada bibir vaginanya agak lama setelah dia
membuka suara,
"Di, jangan nanti aku keterusan.. ohh," sambil meliukan pinggangnya bergoyang goyang.
Aku tetap tenang mengelus bahkan saat tangannya ingin mengeluarkan
tanganku dari dalam CDnya seluruh jariku masuk dan meremas vagina Riris
dengan lembut. Hal ini membuat Riris melenguh keras, dan lupa untuk
melarang saya. Sambil tangan-tangan meremas vagina Riris, tangan kiri
masih terus aktif memerah susu ranum baik yang kiri maupun yang kanan
sambil dibantu oleh mulutku untuk mengisap bibir dan salah satu puting
susu yang nganggur.
Jari tengahku mulai memainkan aksinya dengan mengilik klitoris Riris.
Benar saja, klitoris itu sudah membesar dan basah. Riris menggeliat tak
tentu arah sambil mendesah,
"Oh.. Mardi enak sekali sayang, nghh.. kamu udah nggak boleh lebih dari itu ya.."
Ternyata alam sadar Riris masih ada, dia masih ingat bahwa kita hanya boleh peting. Aku berkata sambil berbisik ditelinganya.
"Riris sayang.. CDnya dibuka ya biar kamu nggak kegencet, liat tuh CD
kamu kekecilan nggak bisa nampung pantat kamu yang bulat besar sama
vagina kamu yang tembem, lagian kamu juga udah basah, khan sayang ntar
CDnya jadi lengket."
Awalnya dia tidak mau, tapi saya katakan lagi.
"Ris.. nggak kenapa napa deh sayang.. khan aku masih pake boxerku, jadi cuman kamu aja yang telanjang, kalau aku tidak."
Akhirnya Riris setuju, aku loloskan CD mini putih berenda itu, dan kali
ini aku benar benar melihat Riris dalam keadaan polos tanpa sehelai
benangpun, dengan keadaan birahi tinggi. Bukan main indahnya bentuk
vagina Riris, dia mempunyai bulu vagina yang lebat denga bulu-bulu halus
semua warna hitam. Bulu-bulu tersebut nampak rapih, karena dalam
keadaan lurus tidak keriting seperti wanita kebanyakan. Mulutku mulai
menjalankan aksinya, aku mulai menyusuri ke arah pusarnya terus turun
dan berhenti tepat dibawah vaginanya.
Riris sedikit jengah dan berkata, "Oh, kamu jangan liat punya kayak gitu dong.. aku kan malu" sambil tangannya mencoba menutupi.
Tapi dengan cepat tanganku menahannya dan langsung bibirku mencium bibir
luar vaginanya sambil kuhisap-hisap kedua belah bibir vagina Riris.
Dia benar benar kelojotan," Ah Mardi, gila kamu, oh.. enak banget, hmm.. oh iya bener gitu sayang.. ohh.."
Aku makin berani kusapukan lidahku naik turun sambil tak lupa klitoris
yang sebesar kacang tanah itu aku emut emut dan didalam bibirku aku
kedut kedutkan. Lidahku mulai merangsek masuk ke dalam lubang vagina
Riris yang memang benar benar sudah basah. Wangi semerbak yang tercipta
karena napsu biharinya membuat aku makin berlipat ganda untuk keinginan
menyetubuhinya. Dalam keadaan yang gamang tersebut kepala Riris
tersentak kekiri dan kekanan menahan luapan cinta yang tak kunjung reda,
aku diam-diam melepas celana boxerku sambil bibir tak lepas dari
vaginanya.
Cukup mudah untuk melepas celan boxerku karena memang celana dalam
dengan kondisi longgar. Satu kali tarik dengan tangan kiri, lolos sudah
dan aku sudah telanjang bulat bersama Riris, tanpa dia sadari. Aku bisa
melihat dan merasakan Riris hampir sampai titik orgasme, dan aku mulai
dengan menuntun batang kemaluanku yang sudah siap tempur dengan topi
baja yang mengkilap. Kedua belah kaki Riris aku lebarkan sambil tangan
kiriku mempermainkan klitorisnya dengan ibu jari dan tangan kananku
mengarahkan batang kemaluanku ke lubang vagina Riris.
Riris masih antara sadar dan tidak ketika kepala penisku bertemu dengan
lubang depan yang merah menganga. Kepala penis langsung seperti kena
hisap alat yang kuat oleh lubang vagina Riris. Riris mulai merasa aneh
karena dia merasakan lain, bukan jari tanganku dan bukan bibirku yang
bermain di kemaluannya. Dengan sedikit membuka mata dia melihatku. Aku
tidak mau dia nanti memberontak menolak keadaan ini, langsung aku peluk
dia sambil sedikit aku goyangkan tanpa aku mendorong masuk ke dalamnya.
Cukup kepala penis saja yang terjepit di dalam vagina Riris.
Riris melotot kearahku dan dia berbicara dengan suara serak,
"Mardi.. kok kamu masukin, khan kita udah janji sayang cuman peting,
nggak boleh begini dong." Namun dalam bahasa tubuhnya pinggul dia tetap
mengimbangi gerakanku yang naik turun menggesek vaginanya.
"Riris.. aku cuman masukin kepalanya aja sayang, kamu juga ngerasainkan?"
Tambahku, "Itu juga udah cukup buat kita, lagi nggak usah dimasukin
semua.. kamu enak khan digini'in?" sambil aku goyang kekiri dan kekanan.
Kepala penisku benar benar dijepit erat oleh vagina Riris.
Riris merem melek keenakan, dan tangan Riris akhirnya memelukku dan
mengimbangi gerakanku. Baru aku tahu kalau dalam keadaan begini Riris
benar benar dapat berkata vulgar, karena tiba tiba dia berkata,
"Di, penis kamu enak banget sih hangat kena vagina Riris."
"Oh, Riris ini mah nggak seberapa sayang," kataku.
Setelah kurang lebih tiga menit kami seperti itu, aku merasakan pantat
Riris menaik lebih tinggi, seakan akan ingin merasakan lebih batangku.
Maka akupun mulai sedikit demi sedikit mendorong lebih dalam, ternyata
makin panas gerakan kami berdua, dan walhasil seluruh batangku terbenam
di dalam vagina Riris. Dan aku rasa Riris pun mengetahui hal itu, dan
dia mulai meracau lagi,
"Oh Ardi.. enak banget penis kamu masuk semua ke dalem vaginaku sayang.. hh"
"Ohh, Di.. dorong lagi biar makin dalem sayang.."
Bukan main, aku makin nafsu saja mendengar erangan dan kata-kata vulgarnya. Aku pun tidak mau kalah sambil memompa aku bertanya,
" Riris.. penis Mardi lagi ngapain vaginanya Riris sayang?"
"Hhh, skh.. hh penis kamu lagi ngentotin vagina aku sayang," sambil Riris meremas pantatku gemas.
Aku pura pura tidak mendengar ingin dia mengulang lagi kata katanya,
"Ha.. lagi ngapain sayang?"
"Lagi dientot sayang..ohh nikmatnya.."
Aku bertanya lagi, "Emang Riris mau dientot ama Mardi?"
Riris menyahut,"Iya sayang Riris ketagihan nih mengentot sama kamu, abis penis kamu mantap, nikmat, enak rasanya."
Sambil begitu saya benar-benar merasakan jepitan-jepitan halus dari
dinding vagina Riris. Benar benar wanita yang tercipta sempurna untuk
bersenggama. Lubang vaginanya mempunyai jepitan yang kuat dengan variasi
batang kemaluanku di dalam seperti dirayapi oleh jutaan semut, jadi
seperti terkena setrum kecil, tapi hangat dengan sebentar-bentar vagina
tersebut mencucup kembang kempis menyedot seluruh batang kemaluanku.
Setelah lebih 20 menit kami bersenggama dengan ucapan ucapan vulgar, Riris sudah hampir mendekati klimaksnya.
"Ayo Mardi, aku udah mau keluar, entot terus aku iya teken biar kena
klitorisku oh.. benar begitu sayang.. aduh, enak bener ngentot ama
kamu."
Gila juga nih perempuan, kalo dalam keadaan birahi begini omongannya
jadi vulgar seperi ini. Akupun merasakan intensitas kedutan vagina Riris
makin tinggi, dan sepertinya akupun ingin melepaskan kenikmatan bersama
Riris sayangku.
"Oh, Ris.. enak banget vagina kamu ada empot ayamnya sayang, rasanya
legit, rapet, peret, oh, aku mau klimak sayang, gimana nih didalam atau
diluar," kataku dalam keadaan yang kejang kejang nikmat.
Lalu dijawab oleh Riris, "Didalem aja Mardi biar enak, aku juga mau
ngerasain disemprot ama penis kamu, dan mungkin besok lusa ada dapet
haid, jadi aman," desah Riris yang juga menahan amukan dalam gelora
birahi yang siap meledak beberapa saat lagi.
Akhirnya aku merasakan batang kemaluanku diremas kuat sekali oleh otot
vaginanya, gerakan pinggul Riris terhenti, sambil pantatnya ditinggikan
aku mengocok sedikit memberikan nuansa lain dalam vaginanya, lagi Riris
menggeram dan..
"Oh sayang aku klimaks, ouh.. ahh. nggh ahh enak.. enak hh.."
Aku pun tak tahan penisku diremas dan disedot oleh vagina Riris, dengan
satu dan dua kali sentakan penisku menyemportkan sperma jauh langsung
masuk kedalam rahim Riris, dan yang semportan kedua tak kalah nikmatnya.
Gerakan kami seperti begitu kompak, ketika aku menyemprotkan sperma,
vagina Riris menyedot kencang hingga kami berdua merasakan nikmat
senggama yang sangat indah.
Puas aku selesai klimaks dan begitu juga Riris, ketika aku ingin melepas penisku, Riris mencegahnya.
"Biarin didalam dulu sampe ngecil dan keluar sendiri yah."
Akhirnya kami berbaring menyamping dengan keadaan kemaluan kami
masing-masing masih menyatu, masih dapat aku rasakan kedutan dalam
vagina Riris namun sudah melemah, dan batangku mulai berangsur-angsur
mengecil dan akhirnya lepas dengan sendirinya dari vagina Riris.
Waktu sudah menunjukan pukul 1 pagi, setelah kami selesai mandi berdua
di dalam bathup, dan ketika aku mau kembali ke kamarku Riris menahannya,
dan dia minta sekali lagi untuk bermain cinta. Akupun melayaninya.
Katanya mumpung ada waktu. Ronde kedua kami lakukan lebih hot lagi
karena yang kedua dilakukan tanpa takut-takut seperti yang pertama, dan
kami akhiri dengan klimaks bareng dengan sempurna.
Sepulangnya dari puncak, hubunganku dengan Riris makin hangat, tapi kami
selalu menutupi di kantor dengan berpura pura bahwa antara kami tidak
ada hubungan apa-apa hanya sebatas teman kerja. Padahal kalau ada waktu
di kantorpun kami peting. Saya berkerja di bagian komputer, Riris bagian
Settlement. Kalau salah satu dari kami ingin dipeluk, maka kami
memberikan kode untuk menuju ruang komputer yang tidak ada orang,
kemudian kami ketempat yang paling pojok supaya aman dan berpelukan.
Biasanya kami berpelukan sambil mengusap usap apa yang perlu diusap,
biasanya saya meremas gemas pantatnya, dan meremas lembut buah dadanya,
sambil dibarengi dengan ciuman bibir dengan sedikit panas. Setelah kami
puas, Riris biasanya keluar lebih dulu dari ruang komputer, dan tidak
lama kemudian baru saya.
Rasa ingin bersenggama dengan Riris demikian besar, begitu juga Riris
yang ingin sekali bercinta dengan saya. Akhirnya saya mencari
kost-kost'an yang dekat dengan kantor yang fungsinya kalau istirahat
makan siang kami dapat mencuri waktu berdua kekost'an saya dan kami
berdua saling melepas hasrat terpendam dan setelah selesai kami dapat
dengan cepat kembali ke kantor, dan untuk makan siang kami membiasakan
ngemil di kantor, jadi tidak begitu lapar.
Demikianlah cerita saya, yang sekarang Riris sudah meninggalkan saya
karena dia mendapat pekerjaan baru dan sudah menikah dengan pilihannya
yang tepat. Saya masih ngekost namun sudah tidak ada Riris yang
menemani.